Iklan tidak hanya sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk. Akan tetapi lebih dari itu, iklan turut berpengaruh dalam membentuk sistem nilai, gaya hidup maupun selera budaya tertentu.
Iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya, tetapi mencoba membuat berguna sesuatu dan ciri produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi kita. Dalam
konteks inilah iklan mendefinisikan image tentang arti tertentu yang diperoleh
ketika orang menggunakan produk tersebut. Proses ini oleh
Williamson (1978:20) disebut sebagai Using
Product is Currency, yaitu
menggunakan produk yang diiklankan sebagai uang untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli.
Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua :
1. Fungsi Informasional, iklan memberitahuan kepada konsumen tentang karakteristik produk.
2. Fungsi Transformasional, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen
terhadap merek, pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.
2. Fungsi Transformasional, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen
terhadap merek, pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.
Bagaimana pesan diterima khalayak?
Baudrillard menegaskan bahwa
melalui kode-kode dalam sebuah pesan, manusia sadar akan dirinya dan
kebutuhan-kebutuhannya. Kode tersebut secara hirarkis memiliki tingkatan yang
digunakan untuk menandakan perbedaan-perbedaan (distinction) dari status dan
kelas .
Barthes
berpendapat bahwa iklan memiliki berbagai makna sesuai dengan tingkat
signifikasi yang dilakukan oleh khalayak. Dengan demikian makna dari pesan yang
disampaikan oleh iklan menjadi sangat majemuk.
Sumber gambar : Rambut Indah
Kekerasan simbolik yang ditujukan pada wanita lebih banyak terlihat pada iklan produk-produk yang ada di ranah pertelevisian Indonesia. Iklan shampoo sering memilih modelnya dengan kriteria rambut panjang, lurus, hitam dan lebat. Iklan ini menekankan bahwa model rambut yang indah dan cantik adalah model rambut dengan kriteria seperti itu.
Kembali membahas tentang rambut, ada satu iklan dengan slogan "Cantik itu kulit mulus tanpa bulu". Suatu penekanan jelas bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki kulit mulus TANPA bulu. Pertanyaannya, sejak kapan kecantikan seorang wanita diukur dari bulu?
Penekanan kriteria 'kulit cantik' kembali disampaikan oleh iklan pembersih wajah dan iklan hand and body lotion bahwa wanita cantik adalah wanita yang memiliki kulit mulus putih merona. Wanita yang memiliki kulit mulus putih merona akan lebih percaya diri dan banyak dirilik oleh lawan jenis, dibandingkan dengan wanita yang memiliki kulit kusam. Lucunya, kebanyakan model produk yang dipakai adalah model yang aslinya memang memiliki kulit putih dan mulus tanpa harus menggunakan produk-produk tersebut sebelumnya.
Tak cukup hanya rambut dan kulit, iklan susu diet juga menekankan bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki tubuh langsing. Sehingga dari serangkaian pesan pesan simbolik tersebut menyebabkan banyak wanita yang akhirnya berlomba lomba 'memaksakan diri' untuk terlihat cantik seperti kriteria model iklan agar dapat diakui dan dipuji oleh lingkungan sosialnya.
Sumber gambar : Cantik = GAK GENDUT!
Tak hanya wanita, kekerasan simbolik juga ditujukan pada pria. Slogan "Kerempeng? Mana Keren!" sudah tidak asing bagi kita yang sering melihat iklan susu khusus pria yang menampilkan model pria dengan badan sixpack. Slogan itu menekankan bahwa laki-laki yang mempunyai badan kurus sama dengan tidak menarik. Ditambahkan pula bahwa laki-laki yang memiliki badan sixpack lebih terlihat macho dan jauh lebih percaya diri dibanding laki-laki berbadan kurus. Laki-laki yang memiliki badan sixpack akan lebih 'dilirik' oleh wanita cantik dibanding laki-laki yang memiliki badan kurus.
Sumber gambar : Badan Kurus vs Badan Sixpack
Kekerasan simbolik pada iklan merupakan suatu bentuk cara para produsen dalam memasarkan produknya dengan memberikan suatu acuan bentuk fisik menawan agar dapat ditiru dan diterima oleh penonton iklan tersebut. Kekerasan simbolik ini menimbulkan dampak perubahan perilaku, gaya hidup, dan pandangan masyarakat. Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus bisa berpikir kritis dalam melihat dan mengolah informasi yang sudah kita dapat dari iklan tersebut.
Referensi
No comments:
Post a Comment