Suku Baduy adalah satu
dari ratusan suku yang tersebar di Indonesia. Suku ini bermukim di
wilayah Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak, Banten. Terdapat tiga kelompok masyarakat Baduy, yaitu Baduy
Luar, Baduy dalam, dan Baduy Dangka.
Sumber : Selamat Datang di Desa Kanekes
Masyarakat Baduy Dalam adalah masyarakat yang menempati tiga wilayah utama Kanekes, yakni Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Masyarakat Baduy dalam sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya. Mereka tidak menggunakan benda-benda yang berbau modern, seperti alat elektronik dan bahan kimia. Pakaian berwarna putih dan biru tua yang dikenakannya pun harus ditenun sendiri dan berasal dari bahan-bahan alami disekitar masyarakat tersebut tinggal. Jika ada pakaian yang dijahit, bisa dipastikan mereka menjahitnya sendiri dengan tangan. Mereka juga sering mengenakan ikat kepala berwarna putih (Romal) yang membedakannya dengan masyarakat Baduy luar.
Sumber : Suku Baduy Dalam
Berbeda dengan
masyarakat Baduy dalam, masyarakat Baduy luar sudah mulai bergaul dengan
masyarakat dan wisatawan yang datang. Masyarakat ini tinggal di desa yang
mengelilingi desa utama wilayah Kanekes. Pakaian yang dikenakan masyarakat ini
pun sudah mulai mengikuti layaknya masyarakat modern, dengan baju hitam dan
ikat kepala warna hitam atau warna biru tua. Masyarakat Baduy luar bisa
dikatakan adalah suku Baduy yang diasaingkan karena telah melanggar peraturan
adat yang ada didalam wilayah Baduy dalam karena telah menggunakan alat-alat
modern seperti barang elektonik, bahan bahan kimia dan teknologi lainnya. Namun
dalam beberapa hal, masyarakat Baduy luar masih menerima sebagian adat serta
keyakinan agama dari leluhur mereka.
Sumber : Suku Baduy Luar
Kelompok Baduy yang
ketiga adalah masyarakat Baduy Dangka. Kelompok ini sudah benar-benara keluar
dari lingkungan serta adat istiadat suku Baduy. Mereka merupakan keturunan dari
suku Baduy dalam atau Baduy luar, namun umumnya mereka sudah tidak tinggal di
wilayah Kanekes.
Agama yang dianut oleh masyarakat Baduy adalah agama Sunda Wiwitan, yakni sebuah kepercayaan yang dianut masyarakat Sunda zaman dahulu yang mendapatkan pengaruh besar agama Hindu. Namun ada sebagian masyarakat Baduy Kanekes yang memeluk agama Islam dan Budha. Apapun agama yang diyakini, mereka tetap berpegang teguh pada sistem kepercayaan bahwa segala macam seseuatu yang berkaitan dengan pola kehidupan, tidak boleh atau pantang untuk diubah dalam bentuk apapun. Sesuai dengan motto masyarakatnya "Lonjor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung".
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah menjadi petani. Petani di Kanekes tidaklah sama dengan petani pada umumnya karena mereka tidak membajak untuk menggemburkan tanah, tidak membuat sengkedan untuk pengairan. Mereka menanam secara apa adanya, tidak mengubah atau mengolah sesuai dengan sistem kepercayaan yang mereka yakini untuk tidak mengubah seusatu yang berkaitan dengan pola kehidupan dalam bentuk apapun.
Untuk wisatawan yang
datang ke wilayah Kanekes, hanya
orang Indonesia dan sudah disunat sajalah yang dibolehkan untuk masuk kawasan
Baduy Dalam. Orang bule, mata sipit dan hitam Afrika hanya bisa sampai wilayah
Baduy Luar. Suasana wilayah Cikeusik dan Cikertawana terasa tenang, damai,
dan bersih. Masyarakat di wilayah itu tidak mengizinkan tamu untuk
menginap, namun beberapa warga Cikeusik dan Cikertawana ramah menawarkan
rebusan daun kuat tulang penghilang lelah dan dahaga. Hanya wilayah Cibeo,
satu-satunya kampung Baduy Dalam yang membolehkan tamu untuk menginap satu
malam saja. Bahkan hampir setiap rumah terisi oleh tamu yang menginap. Berbeda dengan suasana di wilayah Cikeusik dan Cikertawana, suasana
Baduy di wilayah Cibeo hampir tidak terasa. Para pedagang orang luar Baduy
ramai menawarkan barang-barang yang nota bene hasil kerajinan orang Baduy
sendiri.
Referensi :
1. http://semangatku.com/873/sosial-budaya/mengenal-suku-baduy/
2. http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/02/baduy-maafkan-kami
3. http://www.bimbingan.org/suku-badui.htm
No comments:
Post a Comment